Setiap orang yang pernah bersekolah, pasti
pernah belajar pelajaran matematika. Itu loh, pelajaran yang hitung-hitungan. Di
Kurtilas, matematika ada 2 jenis, ada yang Peminatan dan ada yang Wajib.
Berhubung gue, anak IPA (ehm), Matematikanya ada 2.
Peminatan sama Wajib. Sedangkan yang IPS Cuma wajib aja (beruntungnya, anak
IPS). Setelah semester 1 berakhir, gue masuk ke semester 2.
Di Semester 1 MTK (gue singkat), itu lumayan gampang.
Materi-materinya mudah dipahamin, apalagi guru gue, Ibu Tanti, ngajarnya bagus.
Sehingga murid-murid, cepet paham. Termasuk gue. Dulu pas kelas 10, gue gak
suka sama MTK, nilai gue selalu anjlok. Kalo ada tugas, apa-apa nyontek ke
temen. Namun, setelah gue ke klinik tong-tong, gue sembuh. Salah! Maksudnya,
setelah diajarkan Ibu Tanti, gak tau kenapa, gue bisa MTK (lebih tepatnya,
luamayan bisa). Alhamdulillah banget.
“Terimakasih Ibu Tanti.”
Ngomongin tentang MTK, pelajaran yang susah-susah gampang. Rumus dan hitung menghitung, jadi makanan pas belajar matematika. Awalnya susah, itu biasa, kalo belajar pasti jadi gampang. 'Persoalannya, mau gak kita belajar MTK?'
Kelas gue, berisi orang-orang yang dikatakan lumayan pinterlah...
Sehingga persaingannya cukup sulit (biasa-biasa aja sih).
Belakangan ini, ketika ibu Tanti bilang “Minggu depan
ulangan, ya.” Temen-temen gue, banyak yang merasa berat, gak kuat dan gak
terima dengan ulangan itu (gue sih, oke-oke aja). Penyebabnya, mungkin materi
MTK di semester 2 ini, lumayan sulit. Apalagi, Ibu Tanti terlalu sering
memberikan PR kepada kami, yang tujuan sebenernya baik. Agar kita mau belajar,
tapi dari muridnya sendiri, itu jadi beban.
Konyolnya, 1 hari sebelum ulangan. Temen-temen banyak yang
nulis pesan keluh kesal di papan tulis. Mengenai ulangan MTK, esok hari..
Kebanyakan isinya, agar ulangan MTK besok, ‘OPEN BOOK.’
“Jika memang, besok
benar-benar ulangan Matematika. Kami mohon, kepada Ibu Tanti agar ulangannya
Open Book.”
"Kami capek dengan semua ini, ampunilah dosa kami ya Allah. Tapi kami hanya bisa tersenyum dan mulai mencoba menerima keadaan."
"Semoga besok ulangannya Open Book lagi."
Kurang lebih seperti itu. Sebenernya masih banyak pesan-pesan lain, yang ditulis temen-temen. Yang intinya sih sama aja. Gak jauh-jauh dari capek, susah dan permintaan open book.
Pesan yang kedua, yang nulis itu gue sendiri.
‘Apa respon Ibu
Tanti, melihat pesan itu di papan tulis keesokan harinya?’
Pertama kali melihat. Responnya sekedar senyum aja. Cara ini cukup berhasil meluluhkan hati Ibu Tanti. Pada akhirnya, setelah
proses negosiasi yang panjang, dan teriakan-teriakan dari temen-temen agar
ulangannya open book. Alhasil ulangan MTK, OPEN BOOK. Bersyukurnya kelas gue
(kelas yang lain, juga). Kesempatan seperti ini, jarang. Guru manapun, gak mau
memberikan ulangan dengan open book, secara cuma-cuma. Apalagi, dikarenakan
hanya melihat, sebuah pesan singkat aja. Tapi gue yakin, Ibu Tanti memiliki
alasan lain, bukan sekedar liat pesan, senyum, hatinya langsung luluh.
“Hebatnya Ibu Tanti.”
Apapun yang dilakukan seorang guru terhadap muridnya, selagi
masih baik. Itu gak jadi masalah. Hanya saja, yang perlu diingat. Enggak semua
murid, paham dengan hal yang sederhana ini. Yang perlu diubah, itu diri kita sendiri.
“Apa yang salah,
perbaiki. Apa yang bener, lanjutin. Sederhana, namun sebenernya rumit.”
4 komentar
Itukan yang nulis picturenya si cidut ya :v
iya, sengaja gue pake. terinspirasi dari sana. tapi gimana dim? postingannya.
Yoiii
Comment juga, elu ndra.
Terima kasih sudah mau mengunjungi blog ini. (@Anandamraneh)
EmoticonEmoticon