“Berisik banget,” ucap gue dalam hati. Mendengar suara ribut di lantai bawah. Sore itu gue sedang main laptop, di lantai dua.
“Nda, kebawah!” Kata Bapak dari lantai bawah.
“Iya, pak,” bales gue.
Dua hari belakangan ini. Di rumah gue, sering sekali terdengar suara kucing. Keluarga gue gak mau ada kucing liar di rumah. Karena
keluarga gue takut, kucingnya eek di
sembarang tempat. Jadi kami berupaya untuk mencari suara kucing tersebut di
setiap sudut rumah. Tapi gak kunjung ketemu.
Sambil menuruni anak tangga, gue bilang, “Ada apa sih pak,
ribut-ribut?”
“Bantuin cariin kucingnya, nda,” kata Bapak. “Dari tadi gak
ketemu-ketemu”
“Iya deh.”
Gue sama Bapak, pun mulai mencari-cari di setiap sudut
rumah. Seperti apa yang gue bilang tadi. Dari kemaren-kemaren, kucingnya gak
ketemu-ketemu. Begitupun dengan hari ini. Yang ada hanya terdengar suaranya
beberapa kali, “Meong, meong, meong” dan itu bikin gue geli, sekaligus kesel.
“Kayaknya ada di gudang deh, pak.” Sahut gue.
“Coba buka aja, gudangnya!” Kata Bapak. “Cari ya nda, Bapak
capek.”
“Iya pak.”
Gue pun mulai menggeser barang-barang yang menutupi gudang.
Karena gudang gue, kecil dan sempit. Proses pencarian, dilakukan hanya oleh gue
seorang diri. Bapak lagi rebahan di kasur, Mama lagi keluar sebentar dan
Adek-adek gue cuman nontonin aja.
“Meong, meong, meong.” Suaranya terdengar kembali.
Gue memperhatikan isi gudang, lalu berkata, “Kayaknya bener,
kucingnya ada di didalem gudang.”
“Kucingnya ada didalem,” kata Ilham, adek gue yang kedua.
“Iya gua tau, yaudah ambilin sapu sana!” Perintah gue.
“Buat, ngeluarin nih kucing.”
“Ambil aja sendiri.” Bales Ilham. Karena gak mungkin gue
membelikan es krim untuk Ilham sebagai imbalan, kalo mau ngambilin sapu. Gue
langsung ambil sapu, sendiri.
Gue paling geli sama kucing. Bukannya takut. Tapi geli.
Apalagi, kalo kucingnya nyamperin gue secara mendadak. Gue gak mau kucing yang
sedang ngumpet ini, tiba-tiba muncul disaat gue sedang nonton TV atau disaat
gue sedang tidur.
Selain mengambil sapu. Gue juga mengambil senter. Karena gudangnya,
cukup gelap.
Gue menundukan badan, lalu mulai menyalakan senter di tangan
kiri dan sapu ada di tangan kanan. “Meong, meong...” Suara itu terdengar, lagi.
“Ada suaranya, tapi kok gak ada kucingnya.” Kata gue.
“Dipojokan gudang, kayaknya nih.”
Menurut pengamatan gue. Tuh kucing ada di gudang bagian
pojok. Soalnya di gudang bagian depan, gak tanda-tanda kucingnya sama sekali. Sodok-menyodok
gudang dengan sapu pun gue lakuin.
Berharap kucingnya kaget, lalu keluar dari
gudang.
Sapu yang gue pegang, gue sodok-sodok ke arah gudang bagian
pojok. Tetep aja, gak ada tanda-tanda kucing. Apalagi, suara kucingnya juga
hilang.
“Huft... mana sih nih, kucing,” gerutu gue. “Woi, keluar!
Gak tau gua capek apa.”
Mama yang habis pulang dari luar menghampiri gue, yang sedang
sibuk sendiri. Mama bilang, “Keluarin nda, kucingnya! Kasian, kalo mati
kehabisan nafas.”
“Ini lagi dicoba dikelaurin” kata gue masih sibuk dengan
sodok-menyodok. ”Tapi gak keluar-keluar.”
Akibat gerakan sodok-menyodok dengan sapu. Keadaan disini
terasa panas. Gue gerah. Baju yang gue pake basah dengan keringat. Daripada
masuk angin, gue pun membuka baju. Sehingga, gue bertelanjang dada. Konyolnya,
sodok-menyodoknya tetep gue lanjutin.
“Panas, banget.” Ucap gue.
“Kenapa nda buka baju?” kata Mama.
“Gerah, ma.”
“Dih gila!” Sahut Diaz, adek gue yang pertama. Melihat
abangnya seperti orang gila dan gue setuju dengan pandangan itu.
“Meong, meong, meong.”
Hening sebentar.
“Nda keluarin cepetan, Mama takut.” Kata Mama.
“Kabur, ah...” Kata Diaz, entah ngeledek gue atau emang mau
kabur beneran.
“Ngeselin banget nih kucing,”kata gue. Mendengar suara
kucingnya, membuat gue seakan-akan dihasut untuk melakukan sodok-menyodok lagi.
Ternyata gak hanya gue yang takut sama kucing. Mama juga
takut. Entah kalo adek-adek gue, mereka emang takut atau emang males bantuin. Karena
gak ketemu-ketemu, gue makin kesel aja.
“Gak ada..., kucingnya,” ujar Ilham yang melihat gudang
dengan senter ditangannya.
“Argh..., udah biarain ajalah,” kata gue. Kucingnya gak
ketemu-ketemu, menandakan pencarian ini gagal.
“Cukup-cukup, capek. Bodo amat, kucingnya mau mati atau apa.”
Kata gue sambil menutup gudang. “Kucingnya gak ada.”
“Yaudah nanti, juga keluar sendiri,” kata Mama. “Yaudah,
mandi dulu sana!”
“Iya ma.”
Proses pencarian kucingnya dihentikan dan hasilnya
gagal. Ini beneran ngeselin banget. Gue nyarinya sendirian doang, apalagi ada
satu momen, dimana gue bertelanjang dada. Adek-adek gue cuman nontonin doang,
Mama juga sama.
Keesokan harinya gue menginap di rumah nyai (Nenek). Soalnya hari itu lagi libur. Sampe di rumah nyai. Gue ditanya sama Kakak Mama gue,
biasa dipanggil Ncang (Cewek).
“Nda, kemaren katanya ada suara kucing di rumah ya? tanya Ncang. “Udah dicari-cari, cuman kucingnya gak ketemu-ketemu ya?”
“Iya, bener cang. Ngeselin banget.” Kata gue.
“Itu mah bukan kucing beneran nda.”
“Lah terus apaan, cang?” tanya gue.
“Itu mah nada dering HP Ncing Tati (kakak mama). Yang kebawa sama Mama
Nanda,” kata Ncang.
Langsung hening. Dan seketika itu gue jadi sakit hati.