Saturday, 28 February 2015

Pencarian Yang Berujung Sakit Hati


“Berisik banget,” ucap gue dalam hati. Mendengar suara ribut di lantai bawah. Sore itu gue sedang main laptop, di lantai dua.

“Nda, kebawah!” Kata Bapak dari lantai bawah.

“Iya, pak,” bales gue.

Dua hari belakangan ini. Di rumah gue, sering sekali terdengar suara kucing. Keluarga gue gak mau ada kucing liar di rumah. Karena keluarga gue takut, kucingnya eek di sembarang tempat. Jadi kami berupaya untuk mencari suara kucing tersebut di setiap sudut rumah. Tapi gak kunjung ketemu.

Sambil menuruni anak tangga, gue bilang, “Ada apa sih pak, ribut-ribut?”

“Bantuin cariin kucingnya, nda,” kata Bapak. “Dari tadi gak ketemu-ketemu”

“Iya deh.”

Gue sama Bapak, pun mulai mencari-cari di setiap sudut rumah. Seperti apa yang gue bilang tadi. Dari kemaren-kemaren, kucingnya gak ketemu-ketemu. Begitupun dengan hari ini. Yang ada hanya terdengar suaranya beberapa kali, “Meong, meong, meong” dan itu bikin gue geli, sekaligus kesel.

“Kayaknya ada di gudang deh, pak.” Sahut gue.

“Coba buka aja, gudangnya!” Kata Bapak. “Cari ya nda, Bapak capek.”

“Iya pak.”

Gue pun mulai menggeser barang-barang yang menutupi gudang. Karena gudang gue, kecil dan sempit. Proses pencarian, dilakukan hanya oleh gue seorang diri. Bapak lagi rebahan di kasur, Mama lagi keluar sebentar dan Adek-adek gue cuman nontonin aja.

“Meong, meong, meong.” Suaranya terdengar kembali.

Gue memperhatikan isi gudang, lalu berkata, “Kayaknya bener, kucingnya ada di didalem gudang.”

“Kucingnya ada didalem,” kata Ilham, adek gue yang kedua.

“Iya gua tau, yaudah ambilin sapu sana!” Perintah gue. “Buat, ngeluarin nih kucing.”

“Ambil aja sendiri.” Bales Ilham. Karena gak mungkin gue membelikan es krim untuk Ilham sebagai imbalan, kalo mau ngambilin sapu. Gue langsung ambil sapu, sendiri.

Gue paling geli sama kucing. Bukannya takut. Tapi geli. Apalagi, kalo kucingnya nyamperin gue secara mendadak. Gue gak mau kucing yang sedang ngumpet ini, tiba-tiba muncul disaat gue sedang nonton TV atau disaat gue sedang tidur.

Selain mengambil sapu. Gue juga mengambil senter. Karena gudangnya, cukup gelap.

Gue menundukan badan, lalu mulai menyalakan senter di tangan kiri dan sapu ada di tangan kanan. “Meong, meong...” Suara itu terdengar, lagi.

“Ada suaranya, tapi kok gak ada kucingnya.” Kata gue. “Dipojokan gudang, kayaknya nih.”

Menurut pengamatan gue. Tuh kucing ada di gudang bagian pojok. Soalnya di gudang bagian depan, gak tanda-tanda kucingnya sama sekali. Sodok-menyodok gudang dengan sapu pun gue lakuin. 
Berharap kucingnya kaget, lalu keluar dari gudang.

Sapu yang gue pegang, gue sodok-sodok ke arah gudang bagian pojok. Tetep aja, gak ada tanda-tanda kucing. Apalagi, suara kucingnya juga hilang.

“Huft... mana sih nih, kucing,” gerutu gue. “Woi, keluar! Gak tau gua capek apa.”

Mama yang habis pulang dari luar menghampiri gue, yang sedang sibuk sendiri. Mama bilang, “Keluarin nda, kucingnya! Kasian, kalo mati kehabisan nafas.”

“Ini lagi dicoba dikelaurin” kata gue masih sibuk dengan sodok-menyodok. ”Tapi gak keluar-keluar.”

Akibat gerakan sodok-menyodok dengan sapu. Keadaan disini terasa panas. Gue gerah. Baju yang gue pake basah dengan keringat. Daripada masuk angin, gue pun membuka baju. Sehingga, gue bertelanjang dada. Konyolnya, sodok-menyodoknya tetep gue lanjutin.

“Panas, banget.” Ucap gue.

“Kenapa nda buka baju?” kata Mama.

“Gerah, ma.”

“Dih gila!” Sahut Diaz, adek gue yang pertama. Melihat abangnya seperti orang gila dan gue setuju dengan pandangan itu.

“Meong, meong, meong.”

Hening sebentar.

“Nda keluarin cepetan, Mama takut.” Kata Mama.

“Kabur, ah...” Kata Diaz, entah ngeledek gue atau emang mau kabur beneran.

“Ngeselin banget nih kucing,”kata gue. Mendengar suara kucingnya, membuat gue seakan-akan dihasut untuk melakukan sodok-menyodok lagi.

Ternyata gak hanya gue yang takut sama kucing. Mama juga takut. Entah kalo adek-adek gue, mereka emang takut atau emang males bantuin. Karena gak ketemu-ketemu, gue makin kesel aja.

“Gak ada..., kucingnya,” ujar Ilham yang melihat gudang dengan senter ditangannya.

“Argh..., udah biarain ajalah,” kata gue. Kucingnya gak ketemu-ketemu, menandakan pencarian ini gagal.

“Cukup-cukup, capek. Bodo amat, kucingnya mau mati atau apa.” Kata gue sambil menutup gudang. “Kucingnya gak ada.”

“Yaudah nanti, juga keluar sendiri,” kata Mama. “Yaudah, mandi dulu sana!”

“Iya ma.”

Proses pencarian kucingnya dihentikan dan hasilnya gagal. Ini beneran ngeselin banget. Gue nyarinya sendirian doang, apalagi ada satu momen, dimana gue bertelanjang dada. Adek-adek gue cuman nontonin doang, Mama juga sama.

Keesokan harinya gue menginap di rumah nyai (Nenek). Soalnya hari itu lagi libur. Sampe di rumah nyai. Gue ditanya sama Kakak Mama gue, biasa dipanggil Ncang (Cewek).

“Nda, kemaren katanya ada suara kucing di rumah ya? tanya Ncang. “Udah dicari-cari, cuman kucingnya gak ketemu-ketemu ya?”

“Iya, bener cang. Ngeselin banget.” Kata gue.

“Itu mah bukan kucing beneran nda.”

“Lah terus apaan, cang?” tanya gue.

“Itu mah nada dering HP Ncing Tati (kakak mama). Yang kebawa sama Mama Nanda,” kata Ncang.

Langsung hening. Dan seketika itu gue jadi sakit hati.





Read More

Friday, 20 February 2015

Anak Rumahan



Memiliki status sebagai anak rumahan itu gak gampang. Anak rumahan itu bukan rumah yang punya anak. Melainkan anak yang selalu ada di rumah. Atau lebih tepatnya jarang keluar rumah, lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Semisalnya keluar rumah, kalau lagi ada kepentingan yang penting aja. Contoh paling gampangnya, pergi keluar rumah untuk ke sekolah. Rasanya susah banget untuk diajak keluar rumah. Dan itulah yang gue alami, SEKARANG!

Semisalnya waktu dapat diputar lagi. Mungkin gue akan putar untuk kembali ke masa-masa SD. Masa di mana gue masih sering keluar rumah. Bermain petak umpet bareng temen, main PS di rumah temen dan masih banyak lagi hal yang gue lakukan saat masih belum berstatus ‘Anak Rumahan’.

Berbanding terbalik sama sekarang. Gue yang dulunya wajahnya masih sering terlihat di sekitar rumah. Sekarang cuma tinggal nama aja.

Iya, sekarang gue adalah anak rumahan, yang jarang keluar untuk urusan yang nggak terlalu penting-penting banget, kayak misalnya: nongkrong didepan warung. Tetangga gue sampe pernah bilang ke mama gue, “Nanda orangnya dirumah terus.” Salah gue apa sampe dibilang kayak gitu? masa iya, semisalnya gue keluar rumah. Gue harus ngumumin ke tetangga-tetangga, kalo gue lagi keluar rumah. Nggak mungkin kayak gitu kan. Yang ada gue bakalan dibilang, anak kurang kerjaan.

Semenjak menginjak bangku SMA. Gue udah mulai sibuk. Hampir setiap hari, pagi-pagi berangkat ke sekolah, pulangnya kesorean. Capek? Iya, gue capek. Karena terlalu sibuk dan terlalu capek, sampe-sampe gue gak punya waktu untuk main keluar rumah. Kalo ada waktu luang, gue manfaatkan untuk beristirahat di rumah aja. Makanya gue lebih memilih untuk di rumah aja, dibandingkan keluar rumah. Dan itu mungkin penyebab, kenapa gue dikatakan sebagai anak rumahan.

Gue cukup merasa resah dengan status anak rumahan ini. Disaat temen-temen gue lagi sibuk mencari gebetan yang berhamburan diluar sana. Gue masih stuck aja di rumah. Ya... walaupun mencari gebetan gak harus keluar rumah, lewat HP juga bisa. Disaat temen-temen gue lagi jalan-jalan menikmati dinginnya angin malam. Gue tetep masih dirumah aja, menikmati dinginnya AC.

Mereka yang sering keluar rumah, gue sebut sebagai, ‘Anak Keluaran’.
Penderitaan yang gue alami sebagai anak rumahan, menuntut gue untuk mulai membandingkan antara anak rumahan dan anak keluaran.

Anak Keluaran mempunyai banyak tempat untuk didatangi. Mereka bisa mendatangi mall, tempat nongkrong dan masih banyak lagi. Tempatnya juga seru-seru. Pacar mereka juga macem-macem dan ada juga yang gak macem-macem (lah?).

Beda dengan...

Anak Rumahan mempunyai sedikit tempat untuk didatangi. Anak rumahan paling sering berada ditempat yang namanya, kamar tidur. Pacarnya gak jauh-jauh dari laptop, HP, TV dan selimut. Terlepas dari penderitaannya. Ternyata menjadi anak rumahan itu ada sisi positifnya.

Ketika anak keluaran lagi jalan-jalan keluar rumah, tiba-tiba hujan turun pake deres, mereka sibuk mencari tempat untuk berteduh dari hujan. Beda sama anak rumahan yang gak perlu sibuk mencari tempat untuk berteduh pas lagi hujan. Anak rumahan tinggal ambil selimut, peluk bantal , langsung tidur deh.

Kalo anak keluaran sering nongkrong-nongkrong di tempat yang seru itu gimana? Santai aja. Anak rumahan kayak gue gini nggak suka buang-buang waktu. Nongkrong-nongkrong gak jelas kayak gitu, jelas buang-buang waktu. Apalagi, kalo nongkrongnya untuk kegiatan yang negatif. Gak gue banget.

Gue emang anak rumahan. Mau dibilang kayak apa juga gue tetep anak rumahan. Apapun ejekan tentang anak rumahan. Yang jelas gue tetep bangga dengan status gue sebagai anak rumahan.


Read More

Sunday, 15 February 2015

Intersible: Mencari Uang


INTERSIBLE (Interview Im-Possible) adalah sebuah postingan yang berisi tentang wawancara, tanya jawab, atau ngobrol-ngobrol santai. Narasumbernya bermacam-macam, bisa orang, benda atau yang lainnya dan bisa bersifat terjadi atau khayalan gue semata. Dengan harapan, elu bisa mendapatkan sebuah pelajaran, dari narasumbernya.

Benarkah mencari uang itu gampang? Pertanyaan yang cukup sulit untuk gue yang belum pernah mencari uang dengan tangan sendiri. Demi bisa menjawab pertanyaan tersebut gue mencoba mewawancarai, 1 spesies hantu yakni Tuyul. Kabarnya dia mencari uang dengan begitu mudahnya. Perjuangan untuk bertemu dengan Tuyul cukup sulit. Gue mendatangi banyak sekali detektif, untuk menemukan jejaknya. Dimulai dari Sherlock Holmes sampai Conan. Akhirnya gue berhasil dapet pin BBMnya dari pesan yang ada dijejaknya, dan tengah malam kita berdua janjian untuk bertemu di tempat bermain kanak-kanak.

(Gue datang agak telat, karena gue harus izin dulu ke mama untuk keluar tengah malam kayak gini. Dari jarak kejauhan, gue sudah liat sesosok anak yang sedang bermain ayunan dengan sedikit telanjang. Dan gue yakin itu pasti narasumber gue, si Tuyul.)

Gue: Selamat malem, maaf saya telat. Sekali lagi maaf. Satu hal, yang baru saya sadari, ketika melihat anda. Anda hebat ya. Nggak takut kena masuk angin, dengan pakaian seperti itu.

Tuyul: (Turun dari ayunan) Gapapa kok. Oh iya, jelas dong. Sebelum berangkat bekerja, aku kan minum Tolak Angin dulu.

Gue: Jadi seperti itu ya. Ehm.. gimana ya, de-mas-yul-pak. Saya manggilnya apa nih?

Tuyul: Santai aja, panggil aku adek aja kak. Aku kan masih SD kelas 5 (Kembali, bermain ayunan.)

Gue: (duduk di ayunan yang lain) Oke dek, saya akan mulai memberikan pertanyaan kepada kamu. Apa kamu sudah siap?

Tuyul: Siap dong kak. *Tenet-tenet-tenet* Permisi sebentar ya kak, ada yang nelpon aku nih.

Gue: Iya dek, gapapa kok.

(Gue menyadari ternyata Tuyul ini bener-bener kaya. Buktinya ia punya HP bermerek terkenal, keluaran terbaru. Gak berapa lama, Tuyul kembali ke ayunannya tadi.)

Gue: Tadi yang nelpon siapa dek?

Tuyul: Oh tadi... itu rekan bisnis luar negeri aku kak. Dari negeri paman sam. Aku berbisnis dengan dia, di bidang Teknologi. Kami bekerjasama untuk menciptakan sebuah alat untuk mencuri uang yang effisien, efektif, canggih dan murah juga.

Gue: Hebat! Kamu masih kecil sudah bisa berbisnis. Pasti orangtua kamu bangga.

Tuyul: Enggak kak, orangtua aku malah sebaliknya. Mereka berdua seperti melarang aku untuk berbisnis lagi. Dikarenakan, aku sering bolos dari sekolah untuk mengurusi keperluan bisnis. Aku sering dimarahi oleh kedua orangtua ku kak. Aku pergi malam hari, pulang pagi hari. Kayak cabe-cabean aja. Aku sedih. Beruntungnya, aku sudah dapat mencari uang sendiri kak.

Gue: Maaf, saya tidak bermaksud seperti itu. Lanjut ya? saya pernah dengar kabar, kalau kamu pandai mencuri uang. Apa itu benar?

Tuyul: Bener banget kak. Aku memang pandai mencuri uang. Itu memang bakat turun-menurun dari buyut aku kak. Tapi aku gak asal pilih orang untuk aku curi uangnya. Aku cari-cari dulu di internet dari mulai di FB, twitter, instagram dan path. Setelah dapat target yang mau dicuri uangnya. Malam harinya aku akan mulai mencuri. Sebelumnya maaf kak, apabila kakak mau bertanya. Kamu mencurinya gimana? Aku gak bisa jawab kak, soalnya rahasia keluarga.  

Gue: Oke-oke, baru aja saya akan menanyakan hal itu. Memangnya, kriteria orang yang akan kamu curi itu apa aja?

Tuyul: Kriteria ya... ehm... Oh ya-ya. Kriteria aku adalah mencari orang yang sombong-sombong kak. Mencuri gak boleh asal-asalan kak. Soalnya ada anggapan yang memotivasi aku, “Di harta orang-orang kaya, disitulah terdapat hak untuk orang-orang miskin.” Pokoknya, orang sombong itu gak baik.

Gue: Saya juga setuju, soal sombong tadi. Bolehkah kamu berbagi mengenai pengalaman paling keren, yang pernah kamu alami saat mencurI?

Tuyul: Pengalaman keren ya? Aku pernah mencuri di rumah yang sangat besar. Namun saat aku mau masuk rumah, ternyata disana sedang ada Dukun. Aku takut sama Dukun kak, takut ditangkep lalu dijadikan aksesoris botol. Aku gak mau jadi kayak jin botol. Jadi aku susah payah untuk masuk ke rumah itu, berbagai alat aku coba. Sampai menjelang pagi, tetep aja aku gak bisa masuk. Soalnya tuh dukun, diem aja didepan pintu, sambil melakukan ritual yang gak jelas.

Gue: Kamu pasti sangat lelah waktu itu, sehingga gak bisa berpikir jernih. Saya masih bingung, kenapa setiap kali kamu mencuri. Kamu selalu aja memberi sebuah peninggalan, berupa kode-kode rahasia yang sulit. Sampai-sampai aku harus memanggil detektif untuk memecahkan kode tersebut.

Tuyul: Gak usah bingung kak. Kode-kode itu saya tunjukan kepada orang lain, agar mereka bisa tahu media sosial aku kak. Barangkali followersku makin banyak. Semisalnya kakak, mau follow aku. Follow aja @ToEyoElll. Jangan lupa mention aku ya kak.

Gue: Oke, nanti saya sempatkan untuk memfollow kamu. Terakhir dari saya dek, apa tujuan kamu mencuri uang orang lain?

Tuyul: Tujuan aku Cuma satu kak. Memberikan sebuah pelajaran kepada orang-orang sombong, tentang bagaimana caranya rendah hati dan berani berbagi.

Gue: (Tepuk tangan) Hebat-hebat. Saya kagum dengan kamu. Oke, berhubung saya sudah mengantuk. Dan saya rasa sudah cukup informasinya. Saya ucapkan banyak-banyak terimakasih (Turun dari ayunan.)

TuyuL: (Turun dari ayunan) Sama-sama kak. Jangan lupa, follow aku!

Gue: (Jabat tangan) Oke sip. Saya balik dulu ya dek.

Tuyul: Iya kak, hati-hati di jalan. Kalau jatuh, bangun sendiri!

Mencari uang itu gampang-gampang susah. Asalkan kita mempunyai niat yang kuat untuk mendapatkannya. Tapi jangan mencontoh apa yang dilakukan Tuyul untuk mencari uang. Walaupun niatnya baik, tapi dilakukan dengan cara yang salah. Sama aja bohong. Semisalnya elu mau mencari uang, haruslah mulai bertanya kepada diri sendiri. “Gimana caranya mencari uang?”




Read More

Sunday, 8 February 2015

5 Hal yang harus dilakukan saat elu melihat POCONG!




Pocong merupakan jenis hantu yang sering kita lihat di Indonesia. Dengan tampilan khas yang dimilikinya seperti, memakai pentutup kepala yang diikat, bergerak kesana-kesini dengan melompat, tangan dilipat di bagian dada dan ditutupi oleh sebuah kain putih. Kata orang-orang sih, pocong itu gak serem-serem banget dibandingkan dengan jenis hantu yang lainnya seperti Genderuwo dan Sundel bolong. Sampai saat ini, gue gak pernah melihat penampakan pocong secara langsung, dengan mata gue sendiri.



Pocong itu artis juga loh. Buktinya banyak film-film horor di Indonesia yang memakai aktor utamanya adalah pocong. Seperti: Pocong the series (1,2 dan 3), Pocong pasti Berlalu dsb. Kemungkinan besar, jikalau elu melihat pocong berkeliaran ditengah malam dan pocong tersebut mencoba menakuti elu, jangan takut! itu cuma akting aja. Sekarang gue akan beritahu elu mengenai 5 Hal yang harus dilakukan saat elu melihat POCONG:



1. DIAM

Andai kata elu melihat pocong melintas, sambil loncat-loncat diikuti dengan sikap kayang. Lalu pocong itu menghampiri elu dengan loncat-loncat. Yang harus elu lakukan adalah Diam aja! Ekspresi dan gestur tubuh elu, usahakan seperti patung pancoran, diem tak bergerak. Anggap aja pocongnya gak ada.


2. MARAH

Misalkan elu lagi jalan sendiri, di tengah malam dalam kondisi capek banget dan mau cepet pulang. Dan elu mendengar suara, sesuatu lompat-lompat. Ketika melihat, seekor pocong menuju ke arah elu berada. Mencoba menghentikan dan menakuti elu, yang elu harus lakukan adalah Marah ke Pocong itu!
Luapkan semua kekesalan dan kelelahan elu, ke pocong tersebut. Kalo perlu tampar aja sekalian, tuh pocong.



"WOY, GAK TAU DIRI ELU! GUE LAGI CAPEK. ADA PERLU APA ELU NYAMPERIN GUE, NGAJAKIN RIBUT?!" Teriak sekenceng, sekuat elu, dengan nada yang tinggi penuh emosi.



3. TERTAWA

Pocong, itu mirip permen yang dibungkus. Hal itu menyebabkan, pocong kurang serem dan terkesan lucu. Jadi, semisalnya elu ketemu pocong. Tertawalah! Bayangkan, bahwa pocong itu permen yang lompat-lompat. Puaskan dahaga, ketawa elu kepada pocong itu. Kalau bisa buat pocong tersebut, ikut tertawa. Sekalian aja, elu Open Mic di depan tuh pocong.


4. MINTA TANDA TANGAN

Seperti yang gue bilang tadi. Pocong itu artis. Seperti artis pada umumnya, yang selalu dimintain tanda tangannya. Pocong juga. Minta tanda tangan kepada pocong, apabila dia datengin elu. Buat dia bangga, mempunyai penggemar kayak elu. Jarang loh, artis yang dateng minta tanda tangan ke penggemarnya. Tapi, perlu diinget. Pocong tangannya dilipat di dada dan ditutupi kain. Jadi, tangannya gak bisa digunakan. Siap-siap aja si pocong bakalan ribet buat menandatanganinya. Mungkin itu alasan, kenapa pocong datengin elu. Biar, elu minta tanda tangan dia.


5. AJAK SELFIE 

Elu punya HP yang ada kameranya kan? gak perlu khawatir, kamera jelek. Ajaklah pocongnya selfie bareng elu atau bareng temen-temen elu. Himpit pocong di tengah, dan mulai mengeluarkan HP elu. Setelah itu mulai membuka aplikasi kamera, dan arahkan kameranya ke arah elu dan si pocong. Gaya apa aja boleh elu gunakan. Sesuaikan selera elu dan selera si pocong. Selesai berselfie ria bersama, ucapkan terimakasih ke si pocong dan lekas pergi. Terakhir upload foto elu dan si pocong ke media sosial. Jangan lupa untuk men-tag, si pocong juga.


5 hal diatas harus elu lakukan ketika melihat pocong. Ini semua tergantung kondisi dan pribadi elu masing-masing. Semoga apa yang gue kasih diatas, bermanfaat buat kalian. Satu hal yang penting disini. Pocong itu Artis terkenal





Read More

Ibu Guru, ada Pesan untukmu


Setiap orang yang pernah bersekolah, pasti pernah belajar pelajaran matematika. Itu loh, pelajaran yang hitung-hitungan. Di Kurtilas, matematika ada 2 jenis, ada yang Peminatan dan ada yang Wajib.

Berhubung gue, anak IPA (ehm), Matematikanya ada 2. Peminatan sama Wajib. Sedangkan yang IPS Cuma wajib aja (beruntungnya, anak IPS). Setelah semester 1 berakhir, gue masuk ke semester 2.

Di Semester 1 MTK (gue singkat), itu lumayan gampang. Materi-materinya mudah dipahamin, apalagi guru gue, Ibu Tanti, ngajarnya bagus. Sehingga murid-murid, cepet paham. Termasuk gue. Dulu pas kelas 10, gue gak suka sama MTK, nilai gue selalu anjlok. Kalo ada tugas, apa-apa nyontek ke temen. Namun, setelah gue ke klinik tong-tong, gue sembuh. Salah! Maksudnya, setelah diajarkan Ibu Tanti, gak tau kenapa, gue bisa MTK (lebih tepatnya, luamayan bisa). Alhamdulillah banget.

“Terimakasih Ibu Tanti.”

Ngomongin tentang MTK, pelajaran yang susah-susah gampang. Rumus dan hitung menghitung, jadi makanan pas belajar matematika. Awalnya susah, itu biasa, kalo belajar pasti jadi gampang. 'Persoalannya, mau gak kita belajar MTK?'

Kelas gue, berisi orang-orang yang dikatakan lumayan pinterlah... Sehingga persaingannya cukup sulit (biasa-biasa aja sih).

Belakangan ini, ketika ibu Tanti bilang “Minggu depan ulangan, ya.” Temen-temen gue, banyak yang merasa berat, gak kuat dan gak terima dengan ulangan itu (gue sih, oke-oke aja). Penyebabnya, mungkin materi MTK di semester 2 ini, lumayan sulit. Apalagi, Ibu Tanti terlalu sering memberikan PR kepada kami, yang tujuan sebenernya baik. Agar kita mau belajar, tapi dari muridnya sendiri, itu jadi beban.

Konyolnya, 1 hari sebelum ulangan. Temen-temen banyak yang nulis pesan keluh kesal di papan tulis. Mengenai ulangan MTK, esok hari.. Kebanyakan isinya, agar ulangan MTK besok, ‘OPEN BOOK.’

Jika memang, besok benar-benar ulangan Matematika. Kami mohon, kepada Ibu Tanti agar ulangannya Open Book.”

"Kami capek dengan semua ini, ampunilah dosa kami ya Allah. Tapi kami hanya bisa tersenyum dan mulai mencoba menerima keadaan."

"Semoga besok ulangannya Open Book lagi."

Kurang lebih seperti itu. Sebenernya masih banyak pesan-pesan lain, yang ditulis temen-temen. Yang intinya sih sama aja. Gak jauh-jauh dari capek, susah dan permintaan open book.
Pesan yang kedua, yang nulis itu gue sendiri.

 ‘Apa respon Ibu Tanti, melihat pesan itu di papan tulis keesokan harinya?’

Pertama kali melihat. Responnya sekedar senyum aja. Cara ini cukup berhasil meluluhkan hati Ibu Tanti. Pada akhirnya, setelah proses negosiasi yang panjang, dan teriakan-teriakan dari temen-temen agar ulangannya open book. Alhasil ulangan MTK, OPEN BOOK. Bersyukurnya kelas gue (kelas yang lain, juga). Kesempatan seperti ini, jarang. Guru manapun, gak mau memberikan ulangan dengan open book, secara cuma-cuma. Apalagi, dikarenakan hanya melihat, sebuah pesan singkat aja. Tapi gue yakin, Ibu Tanti memiliki alasan lain, bukan sekedar liat pesan, senyum, hatinya langsung luluh.

“Hebatnya Ibu Tanti.”

Apapun yang dilakukan seorang guru terhadap muridnya, selagi masih baik. Itu gak jadi masalah. Hanya saja, yang perlu diingat. Enggak semua murid, paham dengan hal yang sederhana ini. Yang perlu diubah, itu diri kita sendiri.

“Apa yang salah, perbaiki. Apa yang bener, lanjutin. Sederhana, namun sebenernya rumit.”







Read More

Saturday, 7 February 2015

Perhatikan hal-hal ini sebelum Selfie



Selfie telah menjadi trend di zaman sekarang ini. Dari balita, remaja, orang dewasa sampai yang akik-akik, senang selfie. Ditambah lagi teknologi sekarang yang semakin pesat berkembang. Banyak sekali diluar sana, kamera bagus untuk selfie yang berkeliaran dimana-mana, yang tentu harganya mahal. Hampir setiap orang yang melakukan selfie, mengharapkan hasilnya yang keren. Namun sebelum mencapai kata ‘keren’ ada beberapa hal yang perlu dan harus diperhatikan. Dan gue mau berbagi ke elu semua didasari dari pengamatan gue, tentang selfie

TAMPILAN
Sebelum melakukan selfie, alangkah baiknya elu ngaca terlebih dahulu. Perhatikan tampilan elu secara rinci, dari ujung rambut sampai ujung kaki. Apabila ada yang salah, perbaiki! Semisalnya muka elu yang salah, rombak lagi tuh muka dengan melakukan operasi plastik pakai tong sampah. Elu bisa pakai tampilan yang keren, sesuai dengan zaman sekarang, seperti anak-anak gaul gitu. Yang pakai celana pendek, pakai baju distro yang mahal. Tampilan yang elu pakai akan sedikit menunjukan kepribadian elu.

JUMLAH ORANG
Elu mau selfie sendirian? nggak bakalan seru. Ajak temen-temen elu, untuk selfie bareng. Makin banyak, makin keren. Yang perlu diinget, jumlah orangnya. Jangan sampai 1 komplek elu ajak selfie bareng. Yang ada, jadi bakalan kayak 1 koloni semut rangrang yang lagi say “Hello,” didepan kamera. Banyak orang boleh aja, asalkan semuanya dapat terlihat di kamera elu. Hindari juga temen yang mukanya, jelek. Takut merusak hasil selfienya. Apabila nggak bisa dihindari, maka posisikan temen elu itu dibagian paling pinggir, biar gampang di crop.

SUASANA
Jangan selfie saat lagi boker. Jangan juga, selfie saat elu lagi sunat ataupun mandi. Perhatikan suasana disekitar tempat elu saat mau selfie. Pilihlah tempat yang suasananya lagi bagus, Seperti ketika lagi di pantai. Orang cenderung selfie, ketika suasananya bagus. Jadi kalau elu temuin orang lagi selfie, ketika sedang naik pesawat dan disaat itu juga pesawatnya mau jatuh. Maka bisa dipastikan orang tersebut nggak bisa menggunakan otaknya dengan baik.

PENCAHAYAAN
Gelap dan terang, saat selfie harus diperhatikan. Jangan foto di tempat yang gelap, disaat memakai kamera yang jelek. Buat hasil selfie yang baik dengan pencahayaan yang baik juga. Terlalu terang, gak bagus juga. Terlalu gelap, gak bagus juga. Seimbangkan gelap dan terang, dan hasilkanlah foto selfie yang keren.

ALAT-ALAT
Siapkan alat yang elu perlukan untuk selfie. Terutama kamera. Sekarang sudah banyak, kamera dengan berbagai keunggulan dan kekurangannya. Tentu dengan harga yang beragam pula. Selain kamera. Ada juga alat yang lain untuk menunjang selfie, yaitu Tongsis. Singkatan dari Tongkat Narsis. Gak tau kenapa dibilang tongkat narsis. Tongkat? udah jelas itu sejenis tongkat. Narsis? mungkin orang yang selfie itu dikatakan narsis. Jikalau nggak punya tongsis, gunakan alat lain. Seperti pengki yang sedikit dimodifikasikan seperti tongsis . Kombinasikan kamera dan tongsis dengan sebaik mungkin. Apabila ada alat yang lain, untuk menunjang selfie. Itu bisa buat tambah keren lagi.

APLIKASI EDIT FOTO
Aplikasi edit foto untuk selfie yang keren adalah aplikasi yang bisa membuat hasil foto selfie jelek elu menjadi bagus. Contoh aplikasi yang sering di pakai adalah Camera 360. Hampir setiap orang yang merasa dirinya jelek dan gak mau terlihat jelek di fotonya. Mereka akan berusaha untuk menghilangkan ‘jelek’ tersebut, dengan memakai aplikasi edit foto yang bagus. Dari yang kulitnya gosong, menjadi putih terang. Dari yang fotonya gelap, menjadi tambah gelap dan semacamnya. Efek tertentu, juga bisa ditambahkan. Yang perlu diingat, hasil murni lebih baik dibandingkan hasil yang dibuat-buat.

Lakukan selfie sesuai dengan keperluan aja. Jangan juga memaksakan diri untuk mendapatkan hasil yang keren, sesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Semua akan balik lagi sama niat elu yang diharuskan menjawab pertanyaan ‘Untuk apa sih elu selfie?’


Read More

Sunday, 1 February 2015

Tolong! Gue takut Ketinggian


Hari itu gue berencana untuk membeli buku, karena gue selalu rutin membeli buku satu bulan 1-2 kali. Kebetulan waktu itu libur, gue jadi bisa leluasa untuk pergi dan gak ada beban tugas sekolah. Segala yang diperlukan, sebelum pergi, gue siapin. Pakaian yang keren (biar gak malu-maluin), list buku yang mau dibeli dan tentu duitnya.

“Ham, pergi dulu ya?” kata gue, beranjak keluar pintu.

“Iya...” Bales adek gue yang paling kecil, namanya Ilham. Gue punya 2 Adek, satunya lagi namanya Diaz. Sejujurnya gue merasa iba, meninggalkan adek gue sendirian di rumah. Mama sama Bapak gue, lagi kerja. Jadinya tinggal Adek gue di rumah, berduaan, dan gue harap adek gue enggak melakukan perbuatan konyol pas gue pergi.

Keluar dari rumah, gue berjalan pelan menuju gerbang perumahan. Gue berangkat ke toko bukunya, naek angkot. Sebenernya di rumah ada motor, Cuma gue gak berani naek, takut ditilang (You Know what i mean).

Sesampainya di depan gerbang, gue nyeberang ke sisi jalan yang satunya lagi. Dan mulai menunggu angkot. Untuk sampai ke toko buku yang ada di mall, gue harus naek angkot 2 kali. Yang pertama turun di terminal, yang satunya turun didekat mallnya dan gue harus jalan kaki untuk sampai ke mall.

Agak lama nunggu angkot, sampai akhirnya gue naek juga. Di tengah perjalanan, satu persatu penumpang yang laen, mulai masuk dan lama-lama angkotnya jadi penuh. Apalagi, panasnya matahari serta bau ketek, dari penumpang yang lain. Membuat gue yang duduk di paling pojok, jadi terdempit dan menutup hidung gue, dengan jaket yang gue pake karena udah gak tahan, dengan baunya.

Singkat cerita, gue udah sampai di terminal. Gue turun dari angkot, lekas membayar duit ke supirnya. Lalu gue menatap ke arah jalan, mencari angkot yang jurusannya, ke arah mall.

“Bang, ke arah mall ** ya bang?” tanya gue ke supir yang angkot yang sedang ngupil.

“Iya.” Jawab abang supirnya.

Gue pun naek ke angkot, dan menunggu si supir selesai ngupil. Agak lama gue menemani, supir didalem angkot, yang belum berangkat-berangkat juga. Untung aja supirnya gak berbuat yang macam-macam, sewaktu gue didalem angkot.

Akhirnya angkotnya pun berangkat, setelah lama ngetem  di terminal.

Singkat kata, gue sampai di dekat mall dan turun dari angkot. Beruntungnya gue, angkotnya gak terlalu rame. Jadi gue bisa tidur-tiduran didalem tuh angkot. Selanjutnya, gue berjalan menyusuri trotoar menuju mall yang gue tuju.

Gue baru inget, mallnya itu ada disebrang jalan, untuk sampai ke situ, gue harus melewati ‘JEMBATAN PENYEBERANGAN.’ Gue orangnya takut ketinggian, gue gelisah dibawah tangga jembatan. Bingung, tapi mau gak mau gue harus tetep lewatin nih jembatan. Masa bodo, demi BUKU. Dan harga diri, gue memberanikan diri menaiki anak tangga satu persatu.

Sampai diatas jembatan, gue udah mulai pusing-pusing, mau muntah. Dibawah jembatan, sangat banyak kendaraan lewat dan membuat suara bising mesin yang kencang ditambah lagi ketinggian jembatan ini yang cukup tinggi (cukuplah, buat tempat bunuh diri) serta kondisi Lantainya yang sudah rusak disana-sini. Kaki gue udah gemetaran, mulut mangap-mangap, mata merem melek. Gue coba jalan, pelan-pelan.

Sampai ada orang yang ngagetin gue.

“Mas, maaf, kita lagi ada promosi nih.” Kata abang-abang yang gak jelas, menghentikan gue yang lagi mencoba untuk jalan.

“A-a-pa Bang?” tanya gue, gemeteran.

“Ini mas, mas bisa dapet jam ini secara diskon, tapi mas harus jawab pertanyaan dari saya, Produk elektronik yang bagus, berasal dari jepang atau cina?” Tanya Abang ke gue, dia mulai mengeluarkan jam tangannya dan mulai promosi jamnya tersebut ke gue.

“Ehm.. cina Bang.” Sahut gue, berharap dapet jam gratis.

“Betul banget... selamat mas, mendapatkan diskon 20% untuk pembelian jam tangan ini, ada banyak warna mas, ada yang pink, biru...” Kata abang-abangnya dan gue gak tahu, kenapa jawaban gue bener, padahal gue asal jawab. Gue potong “B-b-ang, saya lagi takut bang, saya takut ketinggian.” Kata gue memotong ocehan dia.

“Bla.. bla.. bla...” Oceh Abangnya, promosi. Tanpa memperdulikan perkataan gue. Sejujurnya, gue takut abang-abang ini menghipnotis gue dan menelanjangi gue, setelah itu dia pergi membawa uang gue. Sepertinya itu gak bakal terjadi, kalo itu terjadi, akan gue pukul dia (tapi gue gak bawa tongkat baseball).

Rasa takut dicampur kesel mau ngelempar tuh abang-abang ke bawah dan bilang ke dia “Mampus, lu bang, gak tau diri sih elu... orang lagi takut, elu malah enak-enak promosi, ahaahha, Selamat tinggal, pencundang.” Pikir gue dalam hati.

Tapi gue gak mau melakukan hal tersebut. “Maaf bang, saya buru-buru, lain kali aja ya.” Kata gue sok imut, padahal kesel karena ini buang-buang waktu gue. Abangnya langsung diem, mungkin dia kecewa. Lanjut gue tinggalin tuh abang-abang, dan mulai jalan lagi.

Mata gue menatap lurus ke arah depan, gak mau liat ke bawah (celana gue basah), menghela nafas panjang. Gue bilang “Gak boleh takut, harus sampe,” ucap gue dalem hati dan mulai jalan lagi dengan langkah yang lebih cepat dan lebih panjang.

“Hah...” Menghela nafas dengan mulut mangap ke atas. “Sampe juga.”

Sekarang gue mulai menuruni anak tangga dan berjalan ke arah mall. Sesampainya di mall, gue sempet lupa dengan toko bukunya. Namun, setelah gue muter-muter di mall tersebut, sambil memperhatikan petunjuk jalan. Gue sampe juga di toko bukunya. Cukup lama gue di toko buku, akhirnya selesai juga membeli bukunya. Gue lekas pulang, dan beruntungnya gue gak melewati jembatan penyeberangan lagi. Langsung naek angkot, 2 kali juga dan langsung sampe didepan gerbang perumahan gue.

Pelajaran yang gue dapet: “Jangan lupa, membawa tongkat baseball, sewaktu pergi toko buku.”







Read More